Tahukah apa yang sedang dirasakan seorang gadis kecil berusia sembilan belas tahun yang sedang duduk bersama kucingnya itu? Ia merasakan kecemasan yang semakin hari membunuh keberanian. Wajah cerianya memang sudah surut sejak lama, meskipun begitu, kemarin ia masih berusaha menunjukkan keramahan pada setiap yang ditemuinya. Tetapi kini, baginya basa-basi dan senyum hangat yang palsu hanya membuat geli dan ingin memaki diri sendiri.
Cemas dan sepi, tak ada selain mereka yang mau menemani gadis itu sepanjang waktu. Cemas dan sepi selalu ada untuknya, bahkan seekor kucing abu-abu yang telah lama menjadi sahabatnya seringkali merasa cemburu dengan mereka. Mereka yang selalu membangunkan gadis itu di tengah malam untuk berpikir perihal kehilangan. Mereka yang membuat gadis itu sedih dan takut secara bersamaan.
Ia sering kehilangan, baginya bukan masalah besar karena waktu selalu menghapus kesedihan dengan sempurna. Tapi kali ini, ia bukan hanya akan merasakan kehilangan, melainkan kematian. Tidak ada jiwa yang bisa hidup tanpa semangat, maka ia akan mati. Ia akan mati karena kehilangan.
Bukan kehilangan harta, kekasih, ataupun kucing. Ia sedang mencemaskan tentang kehilangan sosok yang berperan sangat besar dalam hidupnya. Sosok yang selalu mengajarkan ia segala hal baik yang tidak diajarkan di sekolah. Pun, sosok yang sering menjadi teman curhat sekaligus musuh berdebat baginya.
Mama. Mamanya telah lama sakit. Setengah tahun yang lalu, divonis kanker. Dengan sisa air mata yang dipunyai oleh gadis itu, malam itu ia kembali menangis, tepat pada pukul sebelas malam. Matanya sulit terpejam meski sudah berulangkali ia usahakan. Bayang-bayang menyeramkan tentang mamanya selalu melintas di pikirannya terutama pada malam hari. Ia meneguk satu pil obat tidur dengan air putih, tiga bulan belakangan ini tidurnya bergantung dengan obat itu. Matanya sayu. Mamanya merupakan satu-satunya manusia yang bisa ia harapkan dalam hidupnya, tidak ada lagi yang bisa dipercaya selain mamanya. Mereka hanya hidup berdua sejak gadis itu berumur tiga tahun sampai saat ini, ayahnya merupakan seseorang yang tak memiliki tanggung jawab dan gadis itu sudah sejak lama tak mengakui bahwa ayahnya seorang manusia.
Hidup dengan seorang ibu saja memang berbeda ketika hidup dengan seorang ayah saja. Mamanya selalu berhati-hati dalam melakukan sesuatu untuk gadis itu, ibu paruh baya itu sebisa mungkin selalu bersikap lembut kepada anaknya, selagi anaknya juga bisa diberi tahu untuk melakukan hal-hal baik. Terkadang, beberapa kawan iri dengan perlakuan baik mamanya, tetapi dalam hidup ini orang lain memang selalu tampak lebih baik daripada kita, meskipun kenyataannya bisa jadi kita yang dipandang tampak lebih baik oleh mereka. Hidup ini hanya tentang iri dan dengki apabila tidak bisa bersyukur dengan benar.
Gadis itu tidak memiliki tempat untuk menampung cerita. Baginya, semua orang tidak bisa benar-benar dipercaya, semua orang memiliki kepentingannya masing-masing, mungkin benar bahwa manusia adalah makhluk yang sosial sekaligus egois. Kawan-kawannya telah lama meninggalkan ia, entahlah, rasanya semua orang setelah lulus SMA mulai memiliki kehidupannya sendiri-sendiri dan disibukkan oleh itu. Beberapa kawan ada yang sudah bekerja, beberapa lainnya sibuk berkuliah sepertinya. Percakapan sepele tidak mungkin lagi diciptakan oleh ia dan kawan-kawannya. Tidak ada lagi yang membahas omong kosong tidak penting tanpa tujuan yang jelas.
Ia meneguk satu pil lagi. Biasanya memang pil kedua baru bekerja pada dirinya. Diliriknya jam dinding, pukul dua belas malam. Sudah satu jam ia menangis, dan ia tak lagi menyiapkan tisu. Ia tak butuh lagi menyeka air matanya, ia akan membiarkan tidur dengan mata sembab hingga keesokan hari ia akan kesulitan membuka mata.
Hal pertama yang dilakukannya setelah bangun tidur ialah pergi ke kamar mamanya, mengecek mamanya sudah bangun atau belum. Apabila belum, ia akan memastikan mamanya masih bernafas atau tidak. Setakut itu ia dengan kehilangan. Sayangnya, kehilangan selalu menghantui ke manapun ia berjalan. Semoga suatu saat kehilangan tidak lagi menghantuinya karena mamanya benar-benar sembuh dari penyakit itu dan hidup panjang umur di dunia. Harapan masih ada. Semesta bekerja dengan rasa.